Batur Teluk Mepar: Serunya Camping di Tepi Danau Laut Tawar

Salah satu permata alam yang tak tergantikan di Aceh Tengah adalah Danau Laut Tawar. Keindahannya seolah tak pernah pudar, bahkan di bawah segala warna dan suasana cuaca. Menyelami pesona danau ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah berkemah di tepiannya—menikmati sunyi malam dan gemerlap bintang yang tercermin di permukaan air.

Banyak penyelenggara yang menawarkan pengalaman berkemah di alam terbuka sekitar danau, namun hati saya terpaut pada satu tempat khusus: Batur Teluk Mepar. Di sana, saya yakin akan menemukan lebih dari sekadar tenda dan api unggun—melainkan kedamaian yang menyatu dengan alam.


Gerbang masuk Batur Teluk Mepar
Gerbang masuk Batur Teluk Mepar

Bagi rekan-rekan yang ingin mengisi akhir pekan dengan petualangan sekaligus menyegarkan jiwa di Takengon, Batur Teluk Mepar adalah pilihan yang tak boleh dilewatkan. Di sini, tak hanya menawarkan pengalaman berkemah yang memikat, tetapi juga menyediakan homestay nyaman dengan pemandangan langsung menghadap Danau Laut Tawar yang memukau. Selain itu, beragam jenis rekreasi lainnya menanti untuk melengkapi momen istimewa Anda di sana.

Foto bersama dengan latar belakang Danau Laut Tawar

Pengalaman kami saat camping bertajuk family gathering di Batur Teluk Mepar sungguh meninggalkan kesan mendalam. Kenangan indah dari momen rekreasi bersama itu akan selalu tersimpan dalam hati kami. Melalui blog ini, saya ingin berbagi cerita berharga tentang petualangan kami berkemah di Batur Teluk Mepar, bersama guru-guru MTsN 1 Kota Lhokseumawe beserta keluarga.

Menuju Batur Teluk Mepar yang Menakjubkan

Perjalanan darat dari Lhokseumawe menuju Takengon melalui Bireuen terasa cukup melelahkan bagi kami. Bus yang kami tumpangi harus melewati rute Bireuen, sehingga waktu tempuh menjadi lebih lama dibandingkan dengan rute Gunung Salak yang sebenarnya lebih singkat. Namun, mengingat medan di Gunung Salak cukup rawan untuk kendaraan besar seperti bus, memilih jalur Bireuen memang menjadi keputusan yang lebih bijak dan aman.

Bus sedang menunggu penumpang ke Takengon
Bus sedang menunggu penumpang ke Takengon

Sepanjang perjalanan, suasana dalam bus dipenuhi canda tawa dan percakapan hangat antar sesama penumpang. Sekitar tiga puluh orang dengan beragam latar belakang berkumpul dalam satu ruang sempit, namun keakraban dan keceriaan membuat perjalanan terasa ringan. Suasana menjadi semakin hidup berkat gelak tawa dan guyonan dari para ibu-ibu, yang memang mendominasi rombongan dengan energi dan semangat rekreasi yang membara.

Kami memulai perjalanan dari Lhokseumawe tepat pukul 12.30 WIB. Sesampainya di Cot Iju, Bireuen, kami berhenti sejenak untuk mengisi tenaga dengan makan siang dan menunaikan shalat. Namun perjalanan masih panjang dan menantang. Ketika melewati Cot Panglima, jalanan semakin berliku dan berkelok, menuntut kewaspadaan ekstra. Beberapa kali saya menarik napas panjang, merasakan getaran bukit yang naik turun, seolah menguji ketahanan kami dalam perjalanan ini.

Mesjid Timang Gajah
Hujan dan berteduh sejenak di Mesjid Timang Gajah

Sesampainya di Timang Gajah, hujan deras tiba-tiba turun membasahi bumi. Kami pun singgah sejenak di Masjid Timang Gajah untuk berlindung dan menenangkan diri sebelum melanjutkan perjalanan. Hujan terus mengguyur bus kami hingga melewati Simpang Balek, membasahi jendela dan mengiringi setiap tikungan jalan.

Namun, keberuntungan berpihak saat kami tiba di Kota Takengon. Meski langit masih kelabu dan mendung menyelimuti, hujan tak juga turun lagi. Andai hujan deras itu berlanjut, tentu suasana camping kami di Batur Teluk Mepar akan terasa semakin dingin, menambah tantangan sekaligus kesan mendalam dalam petualangan kami.

Batur Teluk Mepar
Menuruni tangga dan menuju tenda

Tak lama setelah meninggalkan Kota Takengon, rombongan kami akhirnya tiba di Batur Teluk Mepar tepat pukul 18.00 WIB. Sambutan hangat langsung menyambut kedatangan kami, menghadirkan rasa lega setelah perjalanan panjang. Namun, beberapa guru terlihat sedikit kewalahan saat harus menurunkan barang-barang bawaan mereka menuju lokasi tenda.

Barang-barang berat seperti sound system dan perlengkapan memasak menjadi tantangan tersendiri, tapi beruntung pihak penyelenggara dengan sigap membantu menurunkannya ke area berkemah. Karena bus tidak dapat menjangkau langsung lokasi tenda, bantuan dari penyedia layanan tersebut sangat berarti, membuat persiapan kami menjadi lebih ringan dan lancar.

Ada Apa di Batur Teluk Mepar?

Lokasi rekreasi camping di Batur Teluk Mepar menawarkan berbagai fasilitas lengkap yang membuat pengalaman berkemah menjadi nyaman dan menyenangkan. Selain tenda untuk camping, tersedia juga homestay yang bisa disewa. Area ini dilengkapi dengan penerangan listrik yang memadai, kamar mandi bersih, mushalla untuk beribadah, beberapa bale rangkang sebagai tempat bersantai, area parkir yang luas, serta tempat pemandian yang aman. Semua itu berpadu dengan panorama menakjubkan Danau Laut Tawar yang memikat mata.

Untuk penyewaan tenda, tarifnya berkisar antara Rp100.000 hingga Rp110.000 per tenda. Satu tenda dapat menampung hingga tiga orang dewasa dengan alas tidur berupa karpet karet yang agak tebal. Namun, demi kenyamanan maksimal, saya menyarankan agar rekan-rekan membawa perlengkapan tidur pribadi. Jangan lupa pula membawa kain selimut atau penghangat lainnya, mengingat udara dingin di pegunungan bisa datang kapan saja tanpa permisi.

 
Homestay Batur Teluk Mepar
Homestay utama yang menghadap langsung ke Danau Laut Tawar

Untuk homestay biasa, tarif sewanya sekitar Rp1.000.000 per malam. Homestay ini cukup luas untuk menampung beberapa orang dewasa, sehingga sangat cocok bagi rekan-rekan yang membawa rombongan dengan jumlah banyak dan berjenis kelamin sama. Pilihan ini pas untuk berbagi kenyamanan bersama tanpa harus berpisah-pisah.

Sementara itu, homestay utama yang menjadi favorit di Batur Teluk Mepar menawarkan fasilitas lebih lengkap dengan harga berkisar antara Rp2.000.000 hingga Rp2.500.000 per malam. Hunian ini dilengkapi dengan dua kamar tidur yang nyaman, dapur untuk memasak, kamar mandi bersih, serta ruang luas yang dapat digunakan untuk tidur bersama secara beramai-ramai. Jika membawa rombongan yang lebih besar, homestay utama ini menjadi pilihan ideal untuk menginap dengan suasana hangat dan penuh keakraban.

 
Menurunkan barang-barang bawaan dengan tangga ternyata melelahkan ya

Bagi rekan-rekan yang suka begadang, bale rangkang bisa menjadi tempat yang nyaman untuk beristirahat, bekerja, atau sekadar bercengkerama menikmati suasana malam. Awalnya, saya pun memilih tidur di bale rangkang, menikmati angin malam yang sejuk dan langit berbintang. Namun, saat jam menunjukkan pukul tiga dini hari, hawa dingin Batur Teluk Mepar mulai menyergap dengan tajam, memaksa saya berlari masuk ke dalam tenda.

Di dalam tenda terasa sedikit lebih hangat, berkat bahan kain yang memang dirancang khusus untuk menghadapi udara dingin pegunungan. Namun, ingatlah, ketika matahari mulai terik di siang hari, tidur di tenda bisa menjadi pengalaman yang cukup menantang—karena suhunya bisa membuat kita merasa seperti sedang duduk di atas bara api kecil yang membara.

Malam Ceria di Batur Teluk Mepar

Acara utama malam itu adalah memanggang ikan, ayam, dan jagung bakar—hidangan sederhana yang selalu berhasil membangkitkan selera. Kami membawa semua perlengkapan memasak sendiri, sehingga tak perlu repot menyewa atau membeli dari penyedia jasa di lokasi. Memang, harga sewa atau beli di sana cenderung sedikit lebih mahal, tapi hal itu wajar mengingat lokasi dan fasilitas yang tersedia.

Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, perut kami sudah berbunyi minta diisi. Para ibu-ibu pun langsung bergerak sigap: ada yang merajang bawang, menyiapkan bumbu, ada pula yang menghidupkan arang untuk api panggangan, serta membersihkan ikan mujair dari sisa darah yang menempel. Tak mau kalah, para bapak juga tak tinggal diam, semua bahu membahu agar santapan malam segera tersaji.

Tak lama kemudian, aroma harum ikan dan ayam bakar pun memenuhi udara. Kami pun segera menikmati hasil kerja bersama itu dengan lahap. Setelah itu, jagung bakar hangat tersaji, membuat saya tak mampu menahan diri hingga harus melahapnya sampai hanya tersisa bongkolnya.

Perut yang tadi keroncongan kini terisi penuh dan kenyang. Suasana hangat malam itu berlanjut dengan sesi karaoke yang meriah. Saya sendiri tidak terlalu mahir bernyanyi, jadi memilih duduk santai di bangku pinggir Danau Laut Tawar, berbincang dengan beberapa bapak yang sama-sama lebih menikmati suasana tenang malam.

Namun, semangat para ibu-ibu justru semakin membara. Mereka menyumbangkan suara emasnya dengan penuh semangat, apalagi ada kabar bahwa hadiah menarik menanti mereka yang mampu bernyanyi dengan unik dan menarik perhatian. Ternyata, banyak ibu-ibu yang hobi berkaraoke, sesuatu yang jarang terlihat di kehidupan sehari-hari mereka di sekolah. Malam itu menjadi momen berbeda—penuh tawa, lagu, dan kebersamaan yang hangat.

 
Para artis sedang berpose, hehehe

Malam semakin larut, dan dinginnya Batur Teluk Mepar mulai merayap masuk ke dalam tulang. Setelah melewati pukul 00.00 dini hari, saya akhirnya mengenakan baju tebal dan melilitkan sarung, berusaha melawan dingin yang menusuk. Sesekali, rasa kantuk menyerang hingga saya menguap panjang, tapi saat masuk ke dalam tenda, tidur tak kunjung datang.

Rasa tidak nyaman menyelimuti tubuh saya—tanpa bantal yang empuk dan kasur yang memadai, badan terasa pegal dan sulit beristirahat. Dari pengalaman itu saya belajar, bagi rekan-rekan yang berencana tidur di tenda, jangan lupa membawa bantal dan kasur portable agar malam terasa lebih hangat dan tidur pun bisa lebih nyenyak, jauh dari gangguan dingin dan pegal.

Suasana Pagi di Batur Teluk Mepar

Pagi itu kami membuka hari dengan senam bersama, menggerakkan badan agar kembali segar setelah tidur yang kurang nyenyak. Sementara beberapa ibu-ibu sibuk menyiapkan sarapan, saya masih berjuang menahan kantuk yang enggan pergi. Ternyata, tak hanya saya; beberapa teman sejawat pun merasakan hal serupa. Untuk mengusir rasa lelah, saya memutuskan mandi pagi, berharap badan bisa terasa lebih segar dan siap menyambut hari.

Orang-orang sering bercerita tentang dinginnya pagi di Takengon, sampai-sampai mandi pun terasa berat. Namun, hari itu saya merasa berbeda; udara pagi terasa lebih hangat dan bersahabat, jauh dari dingin menusuk yang sering didengar. Kota Takengon seolah memeluk kami dengan kelembutan yang hangat.

Setelah senam dan sarapan, beberapa dari kami memilih untuk mandi dan berenang di Danau Laut Tawar. Airnya sangat jernih dan bersih, menampakkan kejernihan yang memukau di bawah sinar pagi. Kabut tipis yang melayang lembut di tengah danau menambah pesona alam yang begitu menenangkan. Anak-anak dalam rombongan pun tak kalah riang, menikmati segarnya air dan keindahan danau dengan penuh suka cita.

Speedboat Danau Laut Tawar
Sewa speedboat untuk diajak berkeliling Danau Laut Tawar

Bagi rekan-rekan yang ingin menjelajahi keindahan Danau Laut Tawar lebih dekat, tersedia pilihan menyewa speed boat dengan tarif hanya Rp 20.000 per orang. Perjalanan mengelilingi danau dimulai dengan pemandangan memukau dari atas air yang jernih, sambil menikmati hembusan angin yang sejuk.

Di tengah-tengah danau, speed boat akan berhenti sejenak, memberi kesempatan bagi kita untuk mengabadikan momen-momen berharga dengan latar pemandangan yang menakjubkan. Sebagai bumbu keseruan, pengemudi sering melakukan manuver gesit, seolah-olah boat hendak terbalik atau tenggelam. Di momen itu, tawa dan teriakan histeris penumpang pun mewarnai suasana, menambah kegembiraan dalam petualangan yang tak terlupakan ini.

Suasana camping di Batur Teluk Mepar
Suasana camping di Batur Teluk Mepar

Sebelum meninggalkan keindahan Batur Teluk Mepar, saya sempat mengabadikan beberapa momen pagi yang memesona—sinar matahari yang lembut, kabut tipis yang menari di atas danau, serta udara segar yang menyegarkan jiwa. Sekitar pukul 11.00 WIB, kami pun beranjak, meninggalkan keheningan dan pesona tempat ini, siap untuk menjelajahi destinasi wisata lain yang menanti di Kota Takengon. [😎]

Posting Komentar