Efisiensi Anggaran di Meja Makan

Tahun 2025 bisa dikatakan sebagai tahun penghematan atau efisiensi anggaran. Presiden kita yang suka joget dan nge-gas itu mengeluarkan kebijakan agar setiap instansi pemerintahan pusat maupun daerah untuk menerapkan hidup frugal atau bahasa kerennya efisiensi anggaran. Hal ini tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. 

Akibat dari penerapan kebijakan ini melahirkan beragam cerita, nyinyiran, dan perlawanan secara halus oleh lembaga-lembaga yang terkena dampak. Beberapa netizen menganggap efisiensi anggaran ini bertolak belakang dengan realita yang terjadi saat ini. Misalnya yang banyak dikritik adalah membengkaknya jumlah kabinet. Prabowo kerap kena sindiran dari para netizen karena ini. Perkataan dan perbuatan tampak tidak sinkron.

Tapi, terlepas dari instruksi presiden tersebut, saya juga terinspirasi untuk bisa menerapkan efisiensi anggaran di rumah tangga. Pos-pos belanja tertentu saya pangkas agar tidak besar pasak daripada tiang. Karena selama ini pola belanja rumah tangga termasuk dalam kategori boros, terutama makanan. Jadi, tidak ada salahnya untuk memulai efisiensi anggaran rumah tangga dimulai di meja makan.

Menu sederhana di atas meja makan untuk efisiensi.

Tren FoMO 

Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja adalah tren FoMO. Saya sering mendengar istilah ini ketika melakukan trading kripto. Istilah ini mengacu pada kecemasan trader karena takut ketinggalan koin yang sedang naik. Jadi si trader kalap mata dan membeli koin tersebut pada harga tersebut karena ia berpikir koin tersebut akan naik lagi. Padahal begitu si trader ini membeli koin tersebut, harga koin itu malah nyungsep ke jurang. Kasian deh! 

FoMO atau Fear of Missing Out adalah fenomena psikologis yang membuat seseorang takut ketinggalan tren, momen, informasi, aktivitas atau pengalaman yang terjadi di sekitarnya. 

Kadang-kadang saya terjebak dalam tren FoMO ini. Misalnya ingin mencoba tempat nongkrong terbaru yang viral di media sosial. Setelah duduk di sana, hasilnya senang dan kecewa. Senang apabila semua yang dimakan sesuai dengan harapan, antara rasa dan harga seimbang. Sebaliknya saya akan kecewa jika rasa dan harga tidak sesuai harapan. 

Baca Juga: Mau Investasi Kripto? Mikir-mikir Aja Dulu

Selain itu juga dalam hal pakaian. Saya tentu juga tidak ingin ketinggalan tren. Misalnya lagi tren-nya olahraga lari. Maka saya harus memiliki sepatu lari yang bagus dan nyaman. Lalu saya membuka Shopee dan mencari sepatu yang standar bagi saya. Tidak terlalu mahal atau murah. Paling sekitar 300-an ribu. Itu sudah cukup bagi saya. Mengingat kondisi keuangan yang selalu minus, harga tersebut mungkin tidak masalah (padahal ujung-ujungnya bermasalah juga).

FoMO dalam agama juga dilarang. Sebuah ceramah yang saya dengar, di mana sang penceramah membahas tentang pola hidup konsumtif dalam masyarakat kita. Hidup konsumtif dapat dikatakan sebagai membeli atau berbelanja sesuatu dengan berlebihan. Apa yang dibelanjakannya itu sebenarnya tidak dibutuhkan. Barang yang dibeli ini bisa jadi karena terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Bisa juga karena adanya syahwat atau nafsu untuk memiliki barang tertentu. Akibatnya terjadilah kemubaziran. Sikap konsumtif yang berlebihan atau mubazir jelas-jelas dilarang oleh agama.

Sesungguhnya orang-orang yang mubazir (boros) adalah saudaranya setan.

Dalam hal makanan juga demikian. Selama bulan Ramadhan, daya beli masyarakat kita naik. Coba Anda lihat perilaku membeli takjil di sore hari. Barangkali tidak semua pembeli takjil itu benar-benar membutuhkan takjil tersebut untuk dimakan. Tapi tren membeli takjil kerap dipertontonkan dalam konten-konten di media sosial. Kita ikut-ikutan untuk memborong takjil, padahal belum tentu takjil yang kita beli bisa kita dihabiskan berbarengan dengan menu utama. 

Momentum Ramadhan

Dalam hal pengeluaran rumah tangga dan kebutuhan pribadi, seperti yang saya katakan tadi, keuangan saya selalu minus. Artinya saya belum merdeka secara finansial. Saya pun heran, padahal pendapatan saya per bulannya cukuplah untuk hidup dengan lebih baik. Akhirnya, dalam beberapa bulan terakhir saya mengunduh aplikasi pencatat keuangan. Nah, setelah tiga bulan saya memakai aplikasi tersebut, saya baru menyadari bahwa pengeluaran saya banyak habis untuk hal-hal yang tidak terlalu penting.

Kemudian saya bermusyawarah dengan isteri untuk mencari solusi terbaik. 

"Sepertinya kita harus berhemat dan melakukan efisiensi anggaran," kata isteri saya.

"Oke, saya setuju!"

Mulailah saat itu kami hidup secara frugal dan keuangan rumah tangga dikontrol oleh isteri saya 100 %. Sebelumnya keuangan rumah tangga fifty-fifty. Tapi kalau saya lagi megang uang, semua kebutuhan yang diminta susah saya rem. Kalau perempuan yang megang uang (tergantung juga sih), agak susah mintanya. Paling kita dipelototin. 

Walhasil, pada bulan pertama kami menerapkan efisiensi anggaran ternyata mulai berdampak pada kondisi keuangan rumah tangga. Tapi kayaknya ini belum maksimal karena kami mulai menerapkan hidup frugal bertepatan dengan puasa Ramadhan. Pengeluaran yang tak penting bisa kami rem, berbeda dengan puasa Ramadhan tahun lalu yang bengkak pengeluaran untuk membeli banyak makanan, tapi ujung-ujungnya mubazir. Penghematan juga bisa kami peroleh dari jajan anak-anak.

Bulan Ramadhan menjadi momentum bagi kami untuk mengevaluasi anggaran belanja rumah tangga. Perlahan-lahan kami ingin mencoba untuk melakukan efisiensi anggaran dimulai dari meja makan. Harapan kami adalah merdeka secara finansial, tanpa utang, tanpa cicilan, dan tanpa minus. [TM]

Posting Komentar