Bulan Ramadhan akan segera berlalu. Saya menulis catatan ini pada malam 23 Ramadhan. Malam-malam ganjil yang terberkati karena Lailatul Qadar akan datang pada salah satu malam ganjil di penghujung Ramadhan. Malam yang lebih baik dari seribu bulan akan tetap menjadi rahasia Tuhan yang sulit diprediksi secara ilmiah kapan datangnya. Tapi Nabi meninggalkan gambaran ciri-ciri Lailatul Qadar kepada umatnya agar kita bisa merengkuhnya.
Setelah Ramadhan berakhir, Syawal akan datang. Umat Muslim menyambut Idul Fitri dengan kebahagiaan tiada tara. Hari raya untuk suka cita karena semua merayakan dengan hal-hal yang baru; pakaian baru, kendaraan baru, pencapaian baru, rumah baru, maupun harapan baru. Saat bersilaturahmi, mereka dengan bangga memperlihatkan pencapaian baru mereka dan menceritakan kesuksesan mereka. Tapi, di hari raya, tidak semuanya berlangsung indah sesuai dengan harapan.
![]() |
| Kesedihan di penghujung Ramadhan |
Ada jiwa-jiwa yang sedih saat berurusan dengan lebaran. Sedih bukan karena tidak bisa memakai pakaian baru. Tapi sedih karena pencapaian hidup yang tidak pernah meningkat, atau malah menurun. Tidak ada kebanggaan di depan hidangan kue-kue atau lontong maupun ketupat yang bisa mereka ceritakan. Sebaliknya, mereka hanya menjadi pesakitan yang siap mendengar kalimat demi kalimat yang mengarah pada perudungan.
Belum lagi dengan kehadiran si introvert di tengah-tengah keluarga yang superior. Penderitaan jiwanya akan semakin dalam. Apalagi si introvert itu belum mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Ia hanya bisa tersenyum kecut ketika melihat sepupu sebayanya sudah bersanding dengan pasangan hidupnya; sepupu lainnya datang dengan tunggangan barunya; ada juga yang memamerkan perhiasan yang bikin silau mata. Dunia seakan runtuh melihat pencapaian-pencapaian tersebut yang baginya barangkali akan sulit diperoleh.
Kesedihan di penghujung Ramadhan juga terpendam dalam jiwa anak-anak yatim/piatu. Mereka kehilangan sosok orang tua yang menjadi panutan tempat berkeluh kesah dan membutuhkan kasih. Keluarga yang tidak lengkap akan terasa hambar. Mereka hanya mengenang masa-masa indah bersama orang tua saat ziarah kubur. Hanya doa pengampunan dan penempatan di surga bagi yang telah pergi yang bisa mereka panjatkan.
Bersyukur Saja
Saat bersilaturahmi dan berkumpul dalam keluarga besar, kadang ada yang merasa baperan karena pencapaian hidupnya begitu-begitu saja. Melihat orang-orang sudah mapan dan memiliki tunggangan baru, kita tidak perlu baper meski kadang-kadang kena mental juga. Mari kita bersyukur saja dengan apa yang telah diberikan Tuhan.
Baca Juga: Efisiensi Anggaran di Meja Makan
Untuk mengejar kesuksesan seperti yang mereka capai mungkin perlu waktu. Bagi saya, tingkat kesuksesan seseorang itu subjektif. Jika orang-orang melihat kemapanan dan kesuksesan dari berapa banyak harta yang diperoleh, itu sah-sah saja. Uang mungkin bisa menjadi pengukur terhadap kemapanan dan kesuksesan. Uang juga bisa membuat seseorang menjadi bahagia. Tapi tanpa uang, apakah kita bisa menikmati kebahagiaan?
Bahagia itu sederhana
Sulit untuk mengukur kebahagiaan seseorang. Setiap individu memiliki cara masing-masing untuk bahagia. Kebahagiaan yang saya miliki barangkali berbeda dengan kebahagiaan Anda. Yang bisa saya katakan di sini hanyalah bersyukur saja dengan pencapaian yang telah kita peroleh. Oh, kalau kita ingin lebih, maka yang bisa kita lakukan adalah berusaha dan terus belajar.
![]() |
| Bersyukur terhadap apa yang ada |
Saya selalu mengatakan kepada siswa-siswa saya untuk tidak melihat kepada yang di atas dari kita dalam hal materi dunia. Lihatlah orang yang berada di bawah kita agar kita senantiasa bersyukur. Tapi kalau untuk hal prestasi akademik dan kerohanian, silakan kalian berlomba-lomba secara adil tanpa menikung dengan keji.
Semakin banyak kita bersyukur maka semakin jauh pula pikiran-pikiran negatif. Hal-hal yang bersifat negatif akan menyebabkan kesusahan. Jika kita terlalu julid terhadap orang lain, maka berapa banyak energi negatif yang akan kita keluarkan. Atau sebaliknya, jika orang-orang membuat kita kesal, ya udah, biar saja mereka membacot. Yang penting mental kita harus tetap positif.
Setelah Ramadhan, Lalu Apa?
Setelah Ramadhan, apa yang akan menjadi target Anda selanjutnya? Kita sering mendengar ceramah-ceramah tentang keutamaan di bulan Ramadhan. Sebagai tempat untuk menanam ladang kebaikan, bulan penuh keberkahan ini melatih kita untuk menjadi manusia yang bertakwa.
Bagi saya, salah satu yang ingin saya lakukan setelah Ramadhan adalah perubahan perilaku, baik perubahan pola hidup sehat dan hemat maupun upaya peningkatan ketaatan pada Tuhan. Tiga hal ini menjadi target utama untuk bisa menyongsong Ramadhan selanjutnya. Ini adalah refleksi bagi diri sendiri dan self improvement bagi saya pribadi untuk bisa mencapai kebahagiaan.
Selama Ramadhan, alhamdulillah saya mampu menerapkan ketiga hal tersebut secara konsisten. Dan ini juga yang saya harapkan untuk masa hadapan ini. Bulan Ramadhan akan beakhir dalam beberapa hari lagi. Sedih karena di saat saya ingin menerapkan pola hidup sehat, hemat, dan taat, Ramadhan akan berganti menjadi bulan-bulan lain.
Saya memang tidak bisa menjamin diri saya untuk bisa melakukan ketiga hal tersebut sekaligus karena godaan akan semakin banyak seiring bertambahnya beban kerjaan. Entah saya mampu melewati godaan-godaan tersebut atau hanya bisa berimajinasi agar setiap waktu itu adalah Ramadhan.




Posting Komentar