Israel and Hell

Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Israel menyerang Iran pada 13 Juni 2025. Serangan presisi Israel telah menewaskan salah seorang jenderal Garda Revolusi, Hossein Salami. Beberapa ilmuwan nuklir juga menjadi korban serangan tersebut. Operasi bertajuk Rising Lion tidak hanya mengagetkan dunia, tapi telah membangunkan singa yang sedang tidur. 

Kontan saja Iran tidak bisa menerima serangan yang memalukan itu. Betapa lemahnya pertahanan mereka ketika musuh dengan leluasa menargetkan para tokoh penting Iran. Kita masih ingat beberapa waktu lalu, Ismail Haniyeh juga tewas akibat serangan Israel. Kala itu, pemimpin HAMAS sedang berada di Iran. Lalu kecurigaan mengarah kepada para pengkhianat yang diutus Mossad untuk menyusup. Iran meningkatkan keamanannya dan menangkap orang-orang yang dicurigai sebagai mata-mata Mossad. 

Tewasnya Hossein Salami dan beberapa ilmuwan penting nuklir tidak terlepas dari kesalahan mereka sendiri. Beberapa saat sebelum Hossein tewas, bawahannya sempat mengingatkan Hossein untuk lebih waspada. Musuh kapan saja bisa menargetkan mereka. Tapi peringatan itu diabaikan begitu saja oleh Kepala Garda Revolusi yang tetap mengadakan rapat pada hari naas tersebut. 

Pembalasan

Iran segera merespon serangan Israel. Genderang perang segera ditabuhkan oleh Pemimpin Tertinggi, Khamenei. Tanpa menunggu keringnya air mata keluarga Hossein Salami, ratusan rudal ditembakkan ke Israel keesokan harinya. Israel yang telah siap menghadapi segala risiko tampaknya kewalahan menghadapi hujan rudal Iran. Iron Dome yang diyakini sebagai pertahanan udara terbaik dunia harus takluk saat berhadapan dengan beberapa varian rudal Iran.

Pembalasan Iran berdampak pada beberapa kerusakan di Tel Aviv sehingga membungkam kesombongan Netanyahu, Perdana Menteri Israel yang menginisiasi serangan ke Iran. Berdalih untuk menghentikan program pengembangan nuklir Iran yang membahayakan, Benjamin Netanyahu seakan menganggap dirinya sebagai pahlawan di kalangan Barat. Ia dapat menyombongkan dirinya sebagai tokoh yang berani menyerang Iran. Tapi sikapnya tersebut malah menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Hujan rudal masih berlanjut. Tel Aviv dan Haifa menjadi sasaran empuk rudal-rudal yang ditembakkan langsung dari Iran, terpisah oleh Jordania, Irak, bahkan Libanon dengan jarak sekitar dua ribu kilometer. Sebuah jarak yang tidak dekat, tapi dapat dengan mudah dijangkau oleh rudal Iran. Korban jiwa pun tak terelakkan lagi. Pihak Iran kerap merilis korban-korban yang jatuh di pihaknya. Saat artikel ini ditulis, lebih kurang 240 orang tewas di Iran dan banyak juga yang mengalami luka-luka. Tapi dari pihak Israel, sangat sulit untuk mengetahui angka pasti korban jiwa yang mereka alami. Apalagi militer Israel melarang jurnalis untuk meliput kerusakan-kerusakan yang dialami Israel. 

Donald Trump Merasa Gatal

Saat Iran menyerang Israel dengan rudal yang bertubi-tubi, Donald Trump tampak kegatalan. Satu sisi ia ingin terlibat langsung untuk menyerang Iran. Tapi tekanan internasional membuatnya urung untuk beraksi di Timur Tengah. Donald Trump berusaha mencari celah atau pembenaran untuk bisa menyerang Iran. Di sisi lain, Netanyahu tampaknya berkali-kali membujuk Trump untuk menyerang Iran. Seperti seorang keponakan yang merengek untuk dibelikan es krim pada pamannya.

Donald Trump seperti seorang kakek uzur yang kerap mengoceh tanpa sebab. Ia sering kali melontarkan pernyataan-pernyataan membagongkan. Misalnya ia mewanti-wanti Netanyahu agar tidak membunuh Khamenei. Tapi beberapa jam kemudian, ia berharap agar Khamenei menyerah tanpa syarat. Permyataan ambigu ini dianggap oleh Netanyahu sebagai pintu dan alasan untuk membunuh Khamenei. Ia ingin menggulingkan rezim Khamenei. 

Baca Juga: Pasukan Pendengung

Saat Israel ingin berusaha untuk memecah belah warga Iran agar membenci rezim Khamenei, ternyata tidak mempan bagi warga Iran. Mereka bahkan semakin kuat untuk bersatu dan sebaliknya ingin melihat kehancuran Zionis. Sedangkan Paman Trump bertambah tantrum melihat beberapa kehancuran yang disebabkan oleh Iran. Secara diam-diam Trump mengirimkan bala bantuan kepada Israel dengan akses bantuan yang tak terbatas.

Chaos

Ketika korban jiwa terus bertambah di Iran, kekacauan justru terjadi di Israel. Tempat-tempat perlindungan penuh dan tidak ada tempat bagi mereka yang terlambat masuk. Warga Israel harus melawan rasa aman yang hancur. Mereka selama ini beranggapan bahwa tidak ada negara di Timur Tengah yang berani menyerang mereka. Warganya merasa yakin dengan keteguhan Iron Dome dalam memberikan rasa aman yang tak terbatas.

Bagi generasi Z Israel, serangan Iran barangkali menjadi sejarah hidup pertama bagi mereka. Kepanikan yang telah lama terbentuk dari rasa permusuhan dengan HAMAS, Hizbullah, dan front perjuangan Islam lainnya akhirnya terjadi juga. Kepanikan terlihat pada potongan-potongan video yang beredar di media sosial saat warga memenuhi bungker perlindungan seperti anak-anak itik yang berada di dalam kandang sempit. 

Warga Israel sejatinya telah kerap mendengar ancaman-ancaman dari para musuh mereka. Setiap ancaman dihadapi dengan selow. Tapi ketika untuk pertama kali melihat rudal yang jatuh di Tel Aviv dengan mata kepala mereka sendiri, barulah mereka sadar bahwa Iran bukan saja sebuah ancaman serius, tapi bisa berubah menjadi malaikat pencabut nyawa. 

Kepongahan dan kecongkakan Israel yang bahkan berani menantang dunia tidak terlepas dari peran Mamarika dan para sekutunya. Jika Israel hancur lebur, maka Donald Trump tidak segan-segan memerintahkan pasukannya untuk membantu Israel.

Gerbang Neraka

Setelah membangunkan singa yang sedang nyenyak, Israel kini berada diambang pintu neraka. Setiap malam, rudal-rudal jatuh menimpa tanah Yahudi. Benjamin Netanyahu harus memeras otak untuk memenangkan perang ini. Ia memang telah berhasil meredam HAMAS dan melemahkan Hizbullah di Libanon, tapi untuk meruntuhkan rezim Khamenei, Netanyahu harus merayu negara-negara sekutunya. 

Jika Israel tidak menggaet para sekutu, niscaya negeri itu akan hancur lebur dengan siraman rudal-rudal yang mampu mematahkan sistem pertahanan paling canggih di dunia. Iran mengklaim telah berhasil menusuk ke pertahanan Israel yang barangkali sulit dilakukan oleh negara mana pun. 

Iran juga untuk pertama kalinya meluncurkan rudal hipersonik yang kecepatannya melebihi 15 kali lipat dari rudal-rudal sebelumnya. Rudal hipersonik Fatah-1 menjadikan Israel sebagai tempat untuk uji coba. Sementara itu, para sekutu Netanyahu diam-diam telah mendaratkan pesawat tempur di beberapa titik lokasi. 

Menarik untuk melihat perkembangan selanjutnya konflik antara Israel dan Iran. Apakah Tel Aviv akan menjadi pintu gerbang neraka atau menjadi kuburan bagi warganya sendiri? [😎]

   

Posting Komentar