Bukit Gle Taron menjadi destinasi wisata yang digemari oleh muda-mudi Banda Aceh dan Aceh Besar. Karena sering mendengar keindahan panorama di atas Bukit Gle Taron, saya pun menjadi fomo dan ingin mencoba pendakian bukit tersebut. Kesempatan itu datang pada 28 Ramadan 1446 H atau bertepatan dengan tanggal 28 Maret 2025. Kebetulan saya sedang mudik ke kampung halaman istri saya ke Banda Aceh.
Sekitar pukul 07.00 WIB, saya, istri, dan adik-adik ipar saya berangkat ke sana. Ini adalah waktu yang cocok untuk mendaki selain di sore hari. Cuaca saat ini mendung, namun tidak terlalu hitam dan tebal awannya. Matahari hanya menyembul di balik awan-awan kelabu sehingga tidak terlalu panas. Kami mengendarai sepeda motor ke sana karena jarak dari rumah ke Gle Taron sekitar 20 menit perjalanan.
| Tiket parkir Glee Taron. |
Setibanya di sana, saya melihat sepeda motor terparkir rapi di kaki bukit. Untuk masuk ke sana tidak dikenakan tiket terlalu mahal. Tiket masuk dan biaya parkir setiap sepeda motor adalah Rp 5.000. Untuk hitungan per sepeda motor itu sudah termasuk ke dalam tiket masuk. Jadi, hitungannya bukan per individu, melainkan per sepeda motor. Kalau dipikir-pikir harganya sangat terjangkau dan tidak terlalu memberatkan pengunjung. Apalagi tukang parkirnya ramah dan bersahabat. Sekilas tampang mereka tampak seperti orang yang bisa bertanggung jawab.
Menaiki Anak Tangga
Sebelum kita tiba di puncak Gle Taron, terlebih kita harus menaiki anak tangga. Setidaknya terdapat sekitar 260 anak tangga. Saya menghitungnya ketika turun karena lupa menghitung di saat naik. Tangga menuju ke Gle Taron dibuat tidak teratur, kadang ada anak tangga yang curam, dan ada juga yang agak rendah.
| Tangga menuju ke puncak Glee Taron. |
Kalau Anda tidak terbiasa mendaki, mungkin akan mengalami sakit di lutut atau kram di beberapa bagian kaki. Sebaiknya, sebelum kita mendaki terlebih dahulu melakukan perenggangan otot atau pemanasan selama beberapa menit. Setelah otot-otot tidak lagi kaku, mari kita mulai menaiki anak tangga tersebut.
Sepanjang perjalanan menaiki bukit Glee Taron dengan anak tangga berzigzag, kami bertemu dengan para ABG atau remaja tanggung yang sedang turun. Ya, pada saat kami berkunjung ke sana, ada banyak ABG yang kami jumpai. Tidak hanya berpas-pasan di anak tangga, tapi di atas bukit ternyata para ABG menumpuk di beberapa titik bukit. Sayangnya, para remaja tanggung tersebut terlalu bebas di sana tanpa pengawasan. Mereka bebas merokok dan mokel (istilah yang digunakan untuk orang-orang yang tidak melaksanakan ibadah puasa karena tidak mampu menahan lapar).
Kami sempat menegur beberapa kelompok tersebut, tapi teguran kami hanya dibalas dengan sedikit olokan. Jadi, daripada merusak suasana hati kami yang sedang bagus saat berada di atas Glee Taron, kami tidak lagi menggubris keberadaan mereka.
Keindahan Panorama Glee Taron
Keindahan di Glee Taron rasanya sulit terbantahkan. Meskipun bukit tersebut tidak terlalu luas, namun kami puas bisa menikmati panorama dan pemandangan dari atasnya. Kami bisa melihat bangunan-bangunan Rindam (Resimen Induk Kodam Iskandar Muda) dengan dominasi atap berwarna hijau. Tampak susunan bangunan Rindam berbaris rapi dan lingkungannya tampak asri.
Kami bisa juga melihat sebagian dari Banda Aceh dan Aceh Besar. Perumahan penduduk yang padat dan jalan-jalan yang dilalui oleh penduduk. Lanskap Stadion Harapan Bangsa yang merupakan stadion sepak bola kebanggaan masyarakat Aceh juga terlihat megah dari Glee Taron. Stadion tersebut menjadi venue pembukaan PON XXI silam di mana Aceh dan Sumatera Utara menjadi tuan rumah bersama.
| Bangunan RINDAM dari atas Glee Taron. |
Lebih jauh ke depan lagi, saya juga melihat sudut-sudut Kota Banda Aceh, tapi saya tidak mengenali nama-nama kampungnya karena tidak bisa menandai lokasi khsusus yang menjadi daya tarik. Keindahan panorama sangat memanjakan mata dan membuat perut yang sedang berpuasa menjadi tenang. Karena sebelumnya ada sedikit "pemberontakan" di dalamnya.
Di puncak Glee Taron, saya bisa menghirup pagi yang masih segar dan bersih. Tapi sayangnya. Meskipun bulan puasa, ada sebagian kelompok anak-anak remaja yang menghisap rokok tanpa rasa malu. Kepulan asap rokok tersebut mencemari udara pagi di sana. Bau asap yang menyesakkan dada telah membuat pagi itu menjadi cemar.
Tidak ada lagi celah yang bisa menjaga keperawanan udara pagi akibat ulah-ulah manusia yang tidak bertanggungjawab. Seandainya mereka tidak ada, udara pagi di Glee Taron akan terjaga. Saya bisa menghirup udara bersih itu puas-puas tanpa khawatir tumpukan asap nikotin yang bisa menyesakkan dada, dan mungkin juga menjadi biang penyakit.
Kita berharap kesadaran manusia bukan ditaruh di dengkul sehingga alam yang begitu indahnya tidak tercemar. Tangan-tangan keji yang tidak bertanggungjawab segera terbuka pintu hatinya. Mari kita menjaga alam ini dengan penuh kesadaran. [😎]


Posting Komentar